- Kasus KAP Andersen dan Enron
Kasus KAP
Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke
pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang
perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba
yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron
terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan
memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron,
dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang
bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393,
padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta
yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
didirikan oleh Enron.
Analisis : Contoh kasus yang terjadi pada KAP
Andersen dan Enron adalah sebuah pelanggaran etika profesi akuntansi dan
prinsip etika profesi, yaitu berupa pelanggaran tanggung jawab –yang salah
satunya adalah memelihara kepercayaan masyarakat terhadap jasa profesional
seorang akuntan. Pelanggaran prinsip kedua yaitu kepentingan publik,pada kasus
KAP Andersen dan Enron tersebut kurang dipegang teguhnya kepercayaan
masyarakat, dan tanggung jawab yang tidak semata-mata hanya untuk kepentingan
kliennya tetapi juga menitikberatkan pada kepentingan public. Jadi seharusnya
KAP Andersen dalam melakukan tugasnya sebagai akuntan harus melakukan tindakan
berdasarkan etika profesi akuntansi dan prinsip etika profesi.
2. Kasus Dugaan Korupsi Simulator SIM
JAKARTA,
KOMPAS.com — Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat
tersangka Inspektur
Jenderal Djoko Susilo dengan tindak pidana
pencucian uang (TPPU) diapresiasi. Langkah itu dinilai efektif untuk
mengembalikan harta negara.
"Sejatinya,
pengusutan kasus-kasus korupsi memang harus ditujukan untuk mengembalikan
kerugian negara yang disebabkan tindakan korupsi selain memberikan sanksi
pidana bagi yang melakukan," kata anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah,
di Jakarta, Selasa (15/1/2013 ).
Sebelumnya,
selain dijerat dugaan korupsi terkait proyek pengadaan simulator ujian surat
izin mengemudi (SIM) saat masih menjabat Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Djoko
juga dijerat TPPU.
Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu mengatur
soal pidana tambahan berupa penggantian uang kerugian negara. Perampasan barang
bergerak atau tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi oleh seorang terdakwa.
Basarah
mengatakan, Djoko tak perlu gusar atas penetapan pasal baru itu jika merasa
hartanya sah secara hukum. Sebagai penegak hukum, kata politisi PDI-P itu,
Djoko tentu tahu betul cara melindungi hartanya yang memang menjadi haknya.
"Djoko juga
berhak mendapat keadilan atas hartanya yang dia peroleh secara sah, baik dalam
kapasitasnya sebagai perwira tinggi Polri maupun kegiatan usaha lain yang sah.
Jadi, biarkanlah proses hukum yang sudah dijalankan KPK berjalan sesuai
koridornya," kata dia.
Basarah
menambahkan, terkait penggunaan Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, KPK harus
belajar dari proses hukum terdakwa Angelina Sondakh alias Angie. Dalam vonis
Angie, majelis hakim Pengadilan Tipikor tak sependapat dengan jaksa KPK terkait
penggunaan pasal tersebut.
"Putusan
itu (Angie) dapat dijadikan pelajaran bagi KPK untuk mengubah strategi
penuntutannya dalam kasus Djoko agar tidak mengulangi kegagalannya pada tingkat
pertama itu," kata Basarah.
Seperti
diberitakan, Djoko diduga menyembunyikan, menyamarkan, mengubah bentuk hartanya
yang ditengarai berasal dari. Dalam kasus simulator SIM, Djoko
diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk
menguntungkan diri sendiri atau pihak lain sehingga merugikan keuangan negara.
Kerugian negara
yang muncul dalam kasus ini mencapai Rp 100 miliar. Selain itu, Djoko juga
diduga menerima aliran dana Rp 2 miliar dari pihak rekanan proyek simulator
SIM. Pihak Djoko membantah semua sangkaan itu.
Analisis: Dari kasus diatas telah
melanggar kode etik publik. Karena telah menyembunyikan, menyamarkan, mengubah
bentuk hartanya yang ditengarai berasal dari. Dalam kasus simulator SIM, Djoko
diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk
menguntungkan diri sendiri atau pihak lain sehingga merugikan keuangan negara. Jelas
telah menyalah gunakan harta negara dan membohongi publik karena ulah yang
diperbuat sendiri.
Sumber: kompas.com
3. Penyelesaian Kasus Mobiler Terhambat Audit
BPKP
MAMUJU, FO -- Penyelesaian kasus dugaan korupsi pengadaan mobiler di
rumah jabatan (Rujab) gubernur Sulbar, terhambat. Hingga Minggu, 20 Januari,
Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamuju belum menerima hasil audit kerugian negara dari
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kepala
Kejari Mamuju, Andi Murji Machfud mengatakan jika pihaknya masih menunggu hasil
hitungan dari BPKP sebagai ahli. Menurutnya, pihaknya membutuhkan keterangan
ahli karena memang diminta sejak awal.
"Jadi kita tunggu hasil hitungan dari BPKP. Kalau memang mengatakan disitu ada kerugian negara, maka kita akan sampaikan," ujar Murji.
Kejari Mamuju memang belum dapat melimpahkan kasus dugaan korupsi pengadaan mobiler ini ke pengadilan. "Jadi, kelanjutan penyelesaian kasus mobiler sangat tergantung dari hasil audit dari BPKP," kata Murji. (far)
"Jadi kita tunggu hasil hitungan dari BPKP. Kalau memang mengatakan disitu ada kerugian negara, maka kita akan sampaikan," ujar Murji.
Kejari Mamuju memang belum dapat melimpahkan kasus dugaan korupsi pengadaan mobiler ini ke pengadilan. "Jadi, kelanjutan penyelesaian kasus mobiler sangat tergantung dari hasil audit dari BPKP," kata Murji. (far)
Analisis: dari kasus korupsi ini
termasuk kode etik auditor karena proses yang berjalan telah menggunakan kode
etik auditor mengingat apa saja yang termasuk dalam kasus korupsi mobiler. Dan telah
sesuai dengan kode etik profesi dalam akuntansi.
Sumber: http://www.fajar.co.id
4. KPK Uji Kebenaran Data Dari Elang Hitam
(Kasus Hambalang)
JAKARTA,
KOMPAS.com -- Komisi Pemberantasan Korupsi akan memvalidasi atau
menguji terlebih dahulu kebenaran informasi dan data yang disampaikan Tim Elang
Hitam, tim bentukan Rizal Mallarangeng.
Bersamaan
dengan pemeriksaan Menteri Pemuda dan Olahraga nonaktif Andi Mallarangeng,
Jumat (11/1/2013) pagi tadi, Tim Elang
Hitam menyerahkan kepada KPK informasi dan data yang mereka
kumpulkan terkait kasus dugaan korupsi Hambalang.
"Setiap
masyarakat punya hak untuk memberikan informasi dan data kepada KPK. Apakah dia
punya hubungan keluarga atau tidak, ya silakan. Yang pertama KPK lakukan adalah
telaah terlebih dahulu apakah valid atau tidak," kata Juru Bicara KPK
Johan Budi di Jakarta, Jumat (11/1/2013).
Menurut
Johan, informasi dan data yang disampaikan Tim Elang Hitam tersebut bisa saja
digunakan KPK untuk membuat kasus Hambalang lebih terang sepanjang kebenarannya
memang teruji. Mengenai nama-nama yang disebut Tim Elang Hitam, Johan
mengatakan, KPK masih mengembangkan penyidikan Hambalang. Nama-nama itu pun,
katanya, ada yang sudah dimintai keterangan KPK.
"Kalau
belum ada dua alat bukti yang cukup, tidak bisa dijadikan tersangka,"
ujarnya.
Tim
Elang Hitam mendesak KPK untuk memeriksa Presiden Komisaris Utama Bank Mandiri,
Muchayat
terkait penyidikan Hambalang. Rizal menduga, Muchayat yang pernah
menjadi Deputi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membawahi
pengawasan BUMN konstruksi itu terlibat dalam mengatur pemenangan PT Adhi Karya
sebagai pelaksana proyek senilai Rp 2,5 triliun tersebut.
Muchayat
merupakan ayah kandung Munadi
Herlambang, Wakil Sekretaris Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai
Demokrat, yang juga menjadi komisaris di PT Dutasari Citralaras. Seperti
diketahui, PT Dutasari Citralaras menjadi salah satu perusahaan yang menjadi
subkontraktor PT Adhi Karya dalam pelaksanaan proyek Hambalang.
Perusahaan
ini memperoleh dua pekerjaan yang di-subkontrak-kan oleh Adhi Karya dan Wijaya
Karya, yakni mekanikal elektrikal pada Desember 2010 senilai Rp 324,5 miliar
dan penyambungan daya listrik PLN pada Juni 2011 senilai Rp 3,5 miliar.
Selain
Muchayat dan Munadi, Rizal meminta KPK mengusut keterlibatan pihak lain seperti
Komisaris PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso. Dia juga menilai, Menteri
Keuangan Agus Martowardojo dan Dirjen Anggaran 2010, Anny Ratnawati, patut
dimintai pertanggungjawaban.
Sementara
Johan memastikan, KPK tidak berhenti pada penetapan Andi
Mallarangeng dan Deddy
Kusdinar sebagai tersangka. Lembaga antikorupsi itu pun tengah
menyelidiki indikasi tindak pidana korupsi lain, yakni suap menyuap terkait Hambalang.
Analisis: Dari kasus hambalang ini
banyak sekali para pejabat yang terlibat kasus tersebut. Ini menandakan bahwa
para pejabat telah melanggar kode etik akuntansi, dimana para pejabat telah
melanggar jalannya operasi pembangunan tempat olahraga yang berada di
palembang. Dengan cara menadang dana operasional pembangunan hambalang. Ini termasuk
melanggar kode etik publik karena tidak terbuka dengan publik mengenai
pembangunan sarana olahraga tersebut sehingga jalannya pembangunan tersebut
tidak berjalan lancar karena para pejabat telah menyalahgunakan dana tersebut. Serta
melanggar kode etik tanggungjawab, karena para pejabat tidak menjalankan
prosedur yang ada malah menyalahgunakan dana dan tidak bertanggungjawab atas
profesi sebagai seorang pejabat yang menjadi contoh dimayarakat.
Sumber: kompas.com
5. Penyelesaian
Kasus Century Kembalikan Citra KPK (Kasus Bank Century)
JAKARTA:
Anggota Komisi III DPR Bambang Susatyo mengatakan penyelesaian kasus Bank
Century akan mengembalikan citra KPK di mata publik.
Berbicara dalam diskusi di kantor PP Muhammadiyah, Kamis (26/1) malam, Bambang menegaskan bola Century saat ini ada di KPK. Bukan di lembaga negara lain. Jika KPK serius mengembalikan citranya di mata publik, katanya, maka kasus Century harus diselesaikan.
Berbicara dalam diskusi di kantor PP Muhammadiyah, Kamis (26/1) malam, Bambang menegaskan bola Century saat ini ada di KPK. Bukan di lembaga negara lain. Jika KPK serius mengembalikan citranya di mata publik, katanya, maka kasus Century harus diselesaikan.
Saat
ini KPK tidak boleh lagi mencari alasan yang akan meringankan kasus Century,
karena kerugian negara yang ditanggung akibat aliran dana untuk talangan bank
yang kini bernama Bank Mutiara itu sudah sangat jelas.
“Ketika
bank sudah dirampok, kemudian diisi oleh pemerintah, kemudian dirampok lagi
oleh pemiliknya, urusan apa negara mengeluarkan uang untuk menalangi bank yang
bermasalah itu,” kata anggota Fraksi Partai Golongan Karya itu.
“Harusnya
KPK berpijak kepada fakta itu. Fakta yang ada menunjukkan pemerintah tidak
perlu memberikan “bail out” karena Bank Century tidak memenuhi persyaratan,”
tambahnya.
Sejumlah
dokumen kasus Bank Century telah diserahkan kepada KPK pada 12 Januari lalu.
Dokumen tersebut berupa surat dari mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, notulen
percakapan Sri Mulyani dengan Wakil Presiden Boediono sebelum pemberian
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek, dan catatan dari pakar-pakar terhadap kasus
pidana Bank Century.
Saat
penyerahan dokumen itu Ketua KPK Abraham Samad, mengatakan bahwa kasus Bank
Century tidak akan “dipetieskan”.
“Kita
menguji keberanian KPK. Kita menagih janji Abraham, untuk segera meningkatkan
status kasus Bank Century ini dari penyelidikan menjadi penyidikan,” kata
Bambang yang juga merupakan anggota Tim Pengawas Kasus Bank Century itu.
(ant/nj)
Analisis: Seperti kita tahu tentang
kasus bank century yang tak kunjung usai, kini KPK telah semaksimal mungkin
untuk menuntaskan kasus ini. Karena sesuai dengan profesi etika akuntansi KPK
harus bisa menuntaskan status bank century menjadi penyidikan. Jangan hanya
mengumpulkan tersangka yang terlibat namun harus bisa terbukti bahwa kasus ini
harus segera dituntaskan. Mengingat begitu banyaknya kasus-kasus yang ada di
negri kita ini semakin banyak kasus yang timbul. Jadi mari kepada
lembaga-lembaga parlemen yang menjadi tugas dalam bidang-bidang tertentu harus
bisa menuntaskan sesuai dengan profesi etika dengan jalur hukum yang telah ada.
Sumber: http://www.kabar24.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar