Overstatement menurut bahasa adalah pernyataan yang
berlebih-lebihan. Overstatement di bidang ekonomi contohnya dalam penyesuaian
inflasi terhadap harga pokok penjualan dan beban depresiasi yang dirancang
untuk menentukan laba, seperti dilaporkan agar tidak terjadi overstatement
laba. Meskipun begitu akibat hubungan negatif antara inflasi lokal dan nilai
valuta, perubahan kurs antara laporan keuangan baru dengan laporan keuangan
yang lain yang berurutan, yang umumnya diakibatkan oleh inflasi (paling tidak
selama satu periode tertentu), akan menyebabkan perusahaan merefleksikan paling
tidak sebagian dampak inflasi (yaitu, penyesuaian-penyesuaian ganda, kerugian
translasi yang telah tercermin dalam laba seperti dilaporkan sebuah perusahaan
harus diperhitungkan sebagai bagian dari penyesuaian inflasi.
Contoh kasus Overstatement:
PT Kimia Farma adalah salah satu
produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31
Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp
132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih
tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit
ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali
(restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada
laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56
miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal
yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu
kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit
Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9
miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan
sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan
dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan
digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua
buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3
Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya
dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per
31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan
adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda
tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga
tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa
KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar
audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP
tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan
pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan
penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat
adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan
keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar
Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2
– Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan
Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul
dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan
akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi
atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif
dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang
telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum
periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.
Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur
lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar